[Review Novel The Architecture of Love] Menjelajah New York bersama River


Kali ini saya mau mereview Novel The Architecture Of Love dari penulis Ika Natassa. Walaupun review ini sudah saya tulis sejak lama dan baru memiliki kesempatan mempostingnya.  Sebelumnya saya pernah mereview Novel-novel Ika Natassa, Klik di sini untuk melihat Review Critical Eleven dan  klik di sini Untuk Review Susah Sinyal.


Berikut Penampakan Novel The Architecture of Love

Novel The Architecture of Love Ika Natassa
Novel The Architecture of Love

Sebelum masuk ke review ada baiknya baca keterangan dan sinopsisnya terlebih dahulu.

Judul : The Architecture of Love
Penulis :Ika Natassa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 304
Tahun Pertama Terbit : 2016


Sinopsis;
"People say that Paris is the city of love, but for Raia, New York deserves the title more. It's impossible not to fall ini love with the city like it's almost impossible nit to fall in love in the city"
New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita atau film. Di beberapa film Holliwood, mulai dari Nora Ephron's You've Got Mail hinggaa Martin Scorsese's Taxi Driver, New York bahkan bukan sekedar setting namun tampil sebagai "karakter" yang menghidupkan cerita. 

Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.

Raia menjadikan setiap sudut New York "kantor"-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, dia mencari sepenggal cerita di tiap jengkalnya, pada orang-orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik-dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun bahan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita.

Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarinya melihat kota ini dengan cara yang berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah dia duga.

Resensi/Review;

Raia Risjad seorang penulis yang sedang mengalami writer's block, mengasingkan diri ke kota New York berharap bisa menemukan inspirasi untuk menulis kembali melalui setiap sudut kota yang ia jejaki. Sudah lebih dua bulan Raia menumpang apartemen sahabatnya, Erin. dan tidak ada satu paragraf bahkan kalimat yang tertarah di layar laptopnya. Hingga Erin mengajaknya ke pesta tahun baru yang diadakan di apartemen temannya Erin. walau sebenarnya enggan pergi ke pesta tahun baru karena bagi Raia, segala sesuatu tentang tahun baru selalu terasa dipaksakan dan itu membuatnya tidak habis pikir. Tapi tetap pergi, kata Erin, buat seru-seruan aja dan mana tau dapat inspirasi.

Di dalam perjalan ke  lokasi, Raia memikirkan nasib hidupnya beberapa bulan ini, Apakah penulis yang sudah sekian lama tidak menulis masih pantas disebut penulis? Dan kalau tidak menulis,siapakah dirinya? Bukan siapa-siapa.

Ketika menit-menit bergantian tahun Raia mengasingkan diri ke kamar mandi, namun sayang ketika ia keluar dari kamar mandi, ia tersandung dan harus tertatih-tatih dengan sepatu hak tingginya itu, menuju ruang gelap sebelah kamar mandi, mencari sofa untuk duduk sejenak dan memijit-mijit kakinya. Dan di situ lah ia bertemu dengan sosok lelaki yang menghabiskan malam tahun baru dengan kertas dan pencil, melukis gedung seberangnya.

Raia penasaran dengan lelaki tersebut dan menimbulkan berbagai pertanyaan di benaknya bahkan Raia belum mengetahui namanya hingga mereka bertemu lagi di Central Park. River, nama lelaki tersebut menawarkan Raia, mencari kopi dan menghangatkan diri. 

Raia dan River sama-sama warga negara Indonesia yang kebetulan sedang mengungsikan diri ke New York dengan membawa rahasia sendiri-sendiri.
"Tapi Tuhan Punya cara-Nya sendiri untuk mempertemukan dan memisahkan, menjauhkan dan mendekatkan, yang tidak bisa kita duga-duga."

Setelah bertemuan itu, River mengajari Raia melihat kota New York dengan cara yang berbeda. Mereka menyusuri sudut kota, River menggambar, Raia menulis. River telah membawa Raia kembali ke dunia kepenulisannya, hingga River dan Raia membagi rahasia mereka. Namun, permasalahan belum selesai sampai di situ, karena rahasia itu menimbulkan permasalahan-permasalahan baru terutama menyangkut hati dan perasaan masing-masing.


"Cinta memang terlalu penting untuk diserahkan pada takdir, tapi segigih apa pun kita memperjuangkan, tidak ada yang bisa melawan takdir."
Hal 270 

New York City
Source Pinterest

Membaca The Architecture of Love membawaku seolah berada di kota New York, Ika Natassa menggambarkan lokasi tempat dengan detail dan menarik, membuat pembacanya seolah sedang menonton sebuah film dengan latar tempat, New York, kota yang menjadi daftar teratas kota yang paling ingin aku kunjungi.

Pelajaran yang dapatku ambil dari novel ini adalah mengenai tahun baru, orang-orang yang merasa harus berpesta untuk menandai pergantian tahun padahal sesungguhnya tidak ada yang bisa dirayakan dari hidup mereka dalam setahun terakhir. Menghabiskan tahun baru hingga larut malam dan bangun keesokannya dengan matahari yang telah menyongsong tinggi, seharusnya memulai tahun dengan sesuatu yang lebih baik.

Biasanya Ika Natassa menulis menggunakan point of view orang pertama tetapi di novel 'The Architecture Of Love' Ika Natassa menggunakan point of view orang ketiga, namun tidak membuat pembacanya kehilangan apa yang dirasakan oleh karakter di dalam novel tersebut. Seperti biasa, tulisan Ika Natassa selalu mengalir, sedap untuk dibaca dan membuat pembaca terus ingin membalikkan halaman demi halaman hingga akhir.

Bagi kalian yang sudah membaca Antologi Rasa dan Critical Eleven, kalian akan menemukan kelanjutan ceritanya di dalam novel ini.  Sebelumnya, Critical Eleven menyisipkan cerita Harris Risjad, lalu di novel ini, Ika Natassa juga menyisipkan cerita Ale dan Anya. Pada awalnya aku mengira Raia Risjad adalah adik dari Aldebaran Risjad, kemudian aku buka kembali Critical Eleven dan tidak ada adik Ale yang bernama Raia. Aku mengetahui setelah novel ini jadi dalam bentuk buku bahwa Raia adalah sepupu dari Harris Risjad dan Aldebaran Risjad.

Ika Natassa mengerjakan novel ini karena mendapat tantangan dari twitter Indonesia, untuk menggarap proyek #PollStory, dimana Ika Natassa menulis cerita bersambung di twitter. Untuk kamu yang mau baca gratis novel ini, silahkan cari di twitter. Tapi cerita di twitter tersebut tidak selangkap di bukunya, karena banyak ekstra partnya yang terdapat di dalam buku.
Kabarnya buku ini juga akan difilmkan, kita tunggu saja kabarnya. Selain itu cerita tentang sahabat Raia, Erin, kabarnya akan dibuatkan novelnya sendiri dan rilis di tahun ini.

Bagi kalian yang menyukai kota New York, membaca novel ini akan membuatmu jatuh cinta kembali sama kota tersebut.

Whispering Gallery sala satu tempat yang dikunjungi Raia dan River
source Pinterest
sekian review saya, nantikan review 'Antalogi Rasa' masih dari penulis yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar