Aroma Kopi Inspirasi



foto from pinterest



Kendi terperanjat dari tidurnya, ia melihat sekitar masih sama. Duduk di balik bar kafe tempat ia bekerja sebagai barista, menunggu seseorang. Kana berjanji akan datang ke kafe meski Kendi tahu jadwal Kana mengunjungi kafe. Kendi telah membayangkan bagaimana ia menyatakan cinta kepada Kana. Kana yang beberapa bulan ini singgah di kafe, memesan cappucino. berbincang sebentar kepada barista lalu ke meja sudut yang hanya ada dua kursi. Tempat favoritnya menulis.  Kana yang membuat mimpi Kendi terlahir kembali. Memiliki kedai kopi sendiri dengan idealis sendiri. Mimpi itu hilang ketika Kendi terjatuh dari cinta yang membuat ia hilang hasrat dan membuat ia benci kopi tapi Kana telah merubahnya.  Sebelum pulang Kana akan memesan coklat hangat untuk menetralisir kafein yang masuk ke tubuhnya dan membuat ia mudah terlelap. Kendi menantikan Kana memesan coklat hangatnya. Disaat itu Kendi bisa mengobrol apa saja tanpa menganggu Kana menulis. Kana tidak pernah terganggu akan hal itu. Jam berbentuk cangir di dekat kasir menunjukan pukul satu malam. Kendi mengambil tas di loker. Mungkin Kana ada kesibukan lain hingga ia tidak sempat mampir. Kendi berujar dalam hati. Ia tidak sabar untuk meluapkan semua isi hatinya kepada wanita itu. Kini dihadapannya.


Kana terlihat gusar di jok penumbang. Sebuah keajaiban bisa menemukan taksi selarut ini. Seharusnya Kana sudah sampai kafe 3 jam yang lalu. maskapai penerbangan yang membawanya dari Jakarta menuju Pekanbaru menunda penerbangan karena alasan cuaca dan teknis. Kana berharap laki-laki yang menjadi inspirasinya masih menunggunya. Laki-laki dengan memiliki aroma kopi kental ditambah aroma cologle kekayuan menjadikan aroma khas Kendi yang membuat Kana melayang ke dunia penulisan dan mencuri ide dari tatapan mata elangnya.

      Kursi-kursi diluar kafe telah tertumpuk di meja. Lampu di dalam tidak memberikan penerangnya. Hanya lampu luar menembus masuk menyamarkan pemandangan di dalam. Kana bergegas keluar setelah ia membayar agro taksinya. Wangi khas kafe dan tanah basa terhirup di hidung Kana. Suara taksi mulai hilang lenyap seiring mengusir kegusaran Kana setelah melihat motor Kendi masih terparkir rapi.

       Kendi mengucek matanya memastikan penglihatannya benar bukan ilusi. Ia melihat Kana berdiri di depan kafe dengan tas ransel army. Lelah dan lega bercampur yang terpancar dari wajah ovalnya. Kendi membuka pintu kafe dan menyilahkan Kana masuk.

           Kana duduk kursi bar memperhatikan Kendi dengan peralatannya. Ia hanya meminta secangkir coklat hangat. Kana belum memberi tahu kalau novel diterima penerbit dan ia baru pulang untuk menandatangi kontrak tersebut. Mimpi Kana dan Kendi akan terwujud. Kana sudah memutuskan untuk membantu Kendi membangun kedai kopi. Kendi membawa dua cangkir yang masih mengepul. Untuknya dan Kana.

       “Kamu seharusnya tidak memaksakan datang ke kafe, kenapa tidak langsung pulang saja.” ujar Kendi.

      “Aku sudah janji sama kamu Ken.” Kana menyelimuti cangkir dengan kedua telapak tangannya.

“Kalau aku sudah pulang tadi gimana?” Kendi berkata lembut tapi tersirat kekhawatiran yang mendalam.

            Kana tertunduk, merasa dimarahi.

      “Maaf ... ” kata itu yang keluar dari Kana setelah beberapa menit mereka terdiam sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Kendi tidak tega melihat yang lesuh ditambah ia omelin. Kana menyadari bahwa ia salah ia memang patut diomeli tapi ini bukan karena Kana salah seutuhnya, seharusnya Kendi mengomeli maskapai penerbangan bukan Kana. Itu adalah pertengkaran pertama mereka.

       “Nggak perlu minta maaf, aku juga tidak berhak mengomelin kamu.” ujar Kendi.

“Kamu berhak Ken, aku sudah janji tapi aku nggak memenuhi janjiku.” kata Kana

      “Kamu sudah memenuhinya Kana, kamu di sini sekarang.”

Kana menggeleng, menunjuk ke arah jam. “Lihat, aku datang hari lain bukan hari yang aku janjikan.” 

    “Sudah, tidak usah membahas itu, yang penting kamu di sini dan masih di sini. Apa yang membuat kamu berjanji untuk hari ini?” tanya Kendi. Kana biasanya tidak berjanji akan datang kapan. Kana tersenyum, mengambil paper box lalu mengeluarkan selembar kertas. Menyerahkan ke Kendi.

Kendi terdiam membaca isi surat tersebut. “Kita akan bangun kedai kopi kita sendiri Kendi” ujar Kana. Kana juga menyerahkan beberapa kertas lainnya yang berisi desain kedai kopi mereka.  Kendi sangat menyukai desain Kana dan terharu, untuk saja air matanya tidak jatuh.



Kana dan Kendi telah membicarakan hal ini. Kana rela memberikan honor pertama novelnya untuk membangun kedai kopi bersama Kendi. Kendi orang yang telah menginspirasi tulisannya dengan aroma kopi inspirasi.

Beberapa bulan kemudian mereka disibukan persiapan opening kedai mereka yang dinamai Kedai Kopi Literasi. Omzet mereka jauh dari estimasi mereka. Konsep yang di tawarkan oleh Kedai Kopi Literasi cukup menarik minat pencinta kopi. Pelanggan mereka bukan hanya dari penggila kopi saja tapi juga kalangan penyuka literasi dan penggemar tulisan Kana. Mereka datang untuk meminta tanda tangan atau sekedar bercerita dengan Kana ditemeni kopi.

      Tahun ini adalah tahun keempat pernikahan Kana dan Kendi. Mereka menikah setelah satu tahun pembukaan Kedai Kopi Literasi.

     “Terimakasih Kendi telah menghadirkan aroma kopi insprasi.” ujar kana memeluk suaminya dari belakang. “Terimakasih juga telah menghidupkan aroma kopi itu.” Balas Kendi, mencium kening Kana.

Cerpen ini pernah diterbitkan oleh Penerbit Harasi dalam buku "Balada Secangkir Kopi" tahun 2016.

source: Pinterest


Tidak ada komentar:

Posting Komentar