[REVIEW NOVEL WIFE 22] Perkawinan Abad ke-21


Resensi Novel Wife 22
Judul: Wife 22
Penulis: Melanie Gideon
Penerjemah: Siska Yuanita
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 568
Tahun Pertama Terbit: 2013 (Oktober)

Sinopsis

Mungkin karena tahun ini aku memasuki usia yag sama ketika ibuku meninggal. Mungkin aku dan suamiku telah kehilangan hal-hal penting untuk diucapkan.

Ketika itulah muncul email dengan subjek Perkawinan Abad ke-21. Tak pernah kusangka email itu akan mengubah seluruh hidupku. Dan dalam sekejap mata aku mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat pribadi.

Sebelumnya aku adalah Alice Buckle: seorang istri dan guru, guru drama sekolah dasar, suka chatting di Facebook, dan selalu meng-Google solusi atas masalah hidup.

Sekarang aku adalah Wife 22. Korespondensiku dengan Researcher 101 telah berubah menjadi lebih personal. Aku harus segera mengambil keputusan-yang akan berdampak pada keluargaku, perkawinanku, seluruh hidupku.. Namun, saat ini aku terlalu sibuk menjawab pertanyaan dan bercakap-cakap online.

Resensi

Alice Buckle seorang istri yang merasa hubungan dengan suaminya semakin menjauh seperti terpisah oleh jarak. Usianya yang memasuki usia dimana ketika ibunya meninggal dan ketika itu usianya sama seperti usia putrinya sekarang yang  membuat Alice Buckle berpikir apa ia bisa melewati usia ibunya. 

Secara tiba-tiba Alice mendapatkan sebuah email dengan subjek Perkawinan Abad ke-21. Email yang meminta ia menjadi salah satu responden dalam survei perkawinan abad ini. Begitu mudahnya Alice menerima penawaran tersebut. Penelitian tersebut menyamarkan setiap respondennya. Setelah Alice menyetujui ia mendapat nama samaran wife 22. Setiap responden memiliki seorang periset yang akan memberikan kuesioner melalui situs pusat peneliti dan Alice Buckle mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan dari periset yang namanya disamarkan menjadi research 101. Pertanyaan-pertanyaan diberikan secara acak terkadang tidak ada hubungan dengan perkawinan. Namun, tidak masalah jika Alice belum bisa menjawab pertanyaan ketika itu juga. Hal ini membuat Alice merasa lebih diperhatikan dan didengar.

Pertanyaan-pertanyaan di dalam survei ini membuat Alice bercermin terhadap apa yang telah mereka lakukan sebagai pasangan suami-istri juga sebagai orang tua. Dan membawa Alice menyelami masa lalunya bersama suami, mulai dari pertama kali bertemu hingga masa kini. Dari itu semua ia merasa bahwa ada yang harus diperbaiki.

Alice mulai berasa nyaman dengan survei ini meski ia harus menceritakan hal intimnya bersama suami kepada orang lain. Sehingga Alice buckle yang selalu membuka facebook setiap hari meminta research 101 untuk membuat akun facebook agar memudahkan untuk berkomunikasi. Pada awalnya research 101 tidak menyetujui karena ia merasa bahwa survei ini tidak harus menjamin kerahasian respondennya hingga akhirnya. Intensitas chatting mereka semakin meningkat di facebook dan memunculkan perasaan kepada mereka.

Seiring bergulir waktu, suami Alice, William dipecat dari pekerjaannya. Haripun terus bergulir dan Alice merasa memiliki perasaan yang lebih terhadap research 101. Alice mengambil sebuah keputusan yang akan mengubah hidupnya dan perpengaruh terhadap keluarganya.

Membaca novel ini aku seperti menyelami kehidupan perkawinan abad 21 yang kebanyakkan pasangan suami istri banyak menyelesaikan masalah meminta bantuan google. Terkadang internet memudahkan kita menyelesaikan masalah namun juga membuat kita jauh dari orang sekitar kita karena kita terlalu sibuk dengan dunia maya. 

Aku bukan orang yang suka membaca novel terjemahan tapi novel ini membuat saya ingin terus membalik halamannya hingga di halaman-halaman terakhir aku menemukan kejutan yang luar biasa. Pada awalnya aku bisa menebak bagaimana akhirnya namun penulis membawa kita menjauh dari hal itu sehingga kita mendapatkan kejutan yang tepat pada waktunya dengan porsi yang pas.

Novel ini tidak terlalu serius juga tidak terlalu santai dan novel ini juga mengajarkan bagaimana menjadi seorang ibu. Tidak selamanya ibu tahu apa yang dilakukan oleh anak-anaknya. Seperti Alice dengan yakin bahwa anak laki-lakinya, Peter/Pedro adalah seorang gay namun tidak. Juga Alice merasa bahwa Zoe, anak perempuannya memiliki kelainan makanan tapi sayang prasangka Alice salah karena Zoe hanya mengulas tentang makanan untuk twitternya, juga mengira Zoe diselingkuhi dari Jude tapi justru Zoe lah yang berselingkuh. Alice justru mengetahui hal semua itu dari sahabatnya sendiri.

Bukan hanya konflik keluarga yang dijabarkan di dalam novel ini, Melanie Gideon juga memberikan konflik yang terjadi di tempat bekerja juga permasalahan dengan sahabat. Contohnya, Pemecetan suami Alice juga bagaimana Alice menghadapi muridnya yang membawa obat-obatan terlarang dan menangani orang tua murid yang tidak terima jika anaknya hanya menjadi tumbuhan atau benda lain ketika drama teater bukan menjadi pemeran utama.

Hal yang aku senangi dari novel ini adalah bagaimana Alice seorang guru drama menjawab pertanyaan-pertanyaan survei tersebut. Menjabarkan dengan cerita dan narasi yang menarik. Dan menurutku sebagian dari pertanyaaan-pertanyaan tersebut patut disampaikan kepada pasangan yang telah menikah atau pada pasangan yang merasa hubungan sedang renggang agar menilik kembali perasaan masing-masing atau menimbulkan kembali bara api cinta dari percikan-percikan cinta yang masih terselamatkan.


"Lebih mudah membuka diri kepada orang yang tidak kenal dibandingkan mengatakan hal jujur kepada orang yang kita kenal"

Itu adalah suatu quote dalam novel wife 22 yang sering aku alami, terkadang kita sangat mudah menceritakan diri kita lebih terbuka kepada orang yang tidak kita kenal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar